Photography, Review

Nyobain Kamera Analog Cannonmate AF1000 + Film Kodak Color Plus 200

Ngga kerasa udah seminggu lebih aku work from home dan ngedekem di rumah. Selama itu pula aku sama ayah akhirnya berhasil beberes rumah dan buangin barang-barang yang udah ga kepake. Bahkan kita berhasil ngumpulin 131 kilogram kertas bekas untuk kita jual. Sayangnya uang hasil penjualannya langsung dirampas gitu aja sama adek. Nduwe adek kok koyo preman.

Processed with VSCO with a6 preset

Btw aku lagi ikut beberapa giveaway kamera analog di Instagram. Doain ya semoga menang lagi. So far aku baru menang 2 kali dari sekian belas giveaway yang aku ikutin. Kamera Nikon EF400SV yang kemarin udah ku publish adalah salah satunya. Nah mumpung lagi ada motivasi untuk nulis, jadi mari kita lanjutkan cerita tentang hasil giveaway berikutnya, yaitu kamera analog Cannonmate AF 1000.

Processed with VSCO with a6 preset
Cannonmate AF1000

Cannonmate AF 1000 ini adalah kamera hasil giveaway pertamaku. Sebenernya ada cerita yang cukup menggelikan dibalik giveaway yang sebenernya tidak aku ikuti tapi malah aku menangkan ini. Hloo hlooo kok bisaa? Haha ya gitudeh *yaelah nanggung amat ceritanya*. Btw awalnya ku pikir Cannonmate itu ya Canon lho, eh ternyata beda ya walaupun namanya mirip mirip?

Processed with VSCO with a6 preset
Box kamera Cannonmate AF1000
Processed with VSCO with a6 preset
Instructions book dan kartu garansi Cannonmate AF1000

Cannonmate AF 1000 yang kudapet ini kondisinya NOS (New Old Stock) alias barang baru tapi stock lama, biasanya sih mereka dapet dari toko yang udah tutup tapi masih punya stock kamera baru yang belum laku. Karena NOS, jadi kelengkapan kameranya masih yahuuud yaitu masih ada box, kartu garansi (walaupun udah gabisa dipakai), dan instruction booknya. Kondisi kameranya sendiri sih Alhamdulillah masih bagus. Body nya mulus, flash nyala, rewind aman, pokoknya fungsional semua. Cuma yang aku kurang suka adalah ukuran kamera ini cukup besar untuk kamera pocket. Bulky aja gitu. Nih ya bandingin sama kamera-kamera yang lain.

Processed with VSCO with a6 preset
Kamera Cannonmate AF1000 nya ada ditengah ya, dia paling gede dan tebel compared to others.

Aku nyobain kamera ini pakai film Kodak Color Plus 200, film sejuta umat yang sekarang harganya sudah tidak merakyat lagi huhuhu. Untuk bisa beroperasi kamera dengan motor drive ini membutuhkan 2 buah batre AA, jadi setelah kalian jepret, filmnya udah otomatis bergeser sendiri dan kalau misal udah mentok nanti tinggal geser tombol rewindnya dan filmnya udah tergulung sendiri ke dalam canister. Kamera point and shoot model gini nih yang aku suka soalnya ngga ribet.

Baca juga: Nyobain Kamera Analog Nikon EF400SV + Film Kodak Vision 3 500T

Selama di Jogja aku sempet bawa kamera ini waktu main ke Seribu Batu Songgolangit, Imogiri. Pas itu cuacanya agak mendung, tapi berhubung flashnya nyala jadinya gabegitu masalah. Kebetulan aku gabegitu banyak ngambil gambar karena, jadi aku cuma bisa nunjukin sedikit aja:

KODAK_GA200_0985_09

Untuk foto pertama, ini ngefotonya dari jarak jauh soalnya aku malu kalau harus mendekat wkwk jadi mohon maaf kalau ngeblur. Fotonya B aja sih ya, tapi masih okelah ya 🙂

Aku juga sempet bawa kamera ini pulang ke Tasik bulan February lalu, tapi sebagian besar hasilnya ga memuaskan karena lagi lagi LENSA KAMERANYA KETUTUPAN JARI AING ANJIR KESYEEL BANGET GAK TUH? Udah cape cape jalan kaki biar bisa hunting gataunya adaaaa aja jari yang nutupin sebagian lensa kameranya. Tulul. Tapi tetep akan aku post beberapa fotonya, sebagai pengingat agar next time lebih berhati-hati dalam motret.

KODAK_GA200_0985_16
Statsiun Lempuyangan, nunggu keretanya berenti, captured with Cannonmate af1000 + kodak color plus 200, desvcanned by anakanalog.yk
KODAK_GA200_0985_18
Kereta di Stasiun lempuyangan, captured with Cannonmate af1000 + kodak color plus 200, desvcanned by anakanalog.yk
KODAK_GA200_0985_23
Jl. HZ Mustofa di Tasikmalaya, captured with Cannonmate af1000 + kodak color plus 200, desvcanned by anakanalog.yk

Huhuhu kesyel bange asli 😦 padahal pengen motret keadaan Kota Tasik sore-sore tapi malah hasilnya begini. Tapi masih bisa ditangkep lah ya suasana yang mau ditampilin difotonya? :((

Udahan dulu deh cerita kali ini, nanti aku bakal lanjut lagi nulis tentang kamera analog yang lainnya. Bye-bye ❤

Advertisement
Photography, Review

Nyobain Kamera Analog Nikon EF400SV + Film Kodak Vision3 500T

Mumpung lagi mood, lanjut cerita-cerita soal kamera analog lagi yuk! Kamera yang ku pakai kali ini adalah Nikon EF400SV dengan film Kodak Vision 3 500T. Ini adalah kali pertama aku nyobain kamera dari nikon, karena sebelumnya selalu pakai keluaran Fujifilm.

Kira-kira begini tampilan dari kameranya:

Processed with VSCO with a6 preset
Nikon EF400SV

Dari segi tampilan, cantiq kayak aku dan menawan sekali bukan? Eh gimana sih harusnya kalo ngedeskripsiin kamera? Hahaha. Yaa pokoknya dia tuh bener-bener a pocket-sized point and shot camera yang super lightweight tapi nggak berasa ringkih. Kalau dibawa kemana-mana tuh praktis aja gitu, tinggal dikalungin biar seluruh dunia tau kalau kalian adalah anak antimainstream yang punya dan main kamera analog wkwkwk *gakdeng

Processed with VSCO with a6 preset
Tampak belakang dari Nikon EF400SV

First thing that I noticed ketika pertama pake adalah….wow view findernya gede juga dan bening abis, mantap buat ngeliat objek yang mau kita bidik. Terus, disebelah lensa Nikon 28mm nya ada tombol on-off untuk flashnya juga lho, tapi aku pribadi belum pernah ngotak atik tombolnya sih jadi flashnya selalu nyala. Oiya, kamera ini jenisnya otomatis dalam hal wind-and rewind, jadi kalau abis jepret langsung muter deh filmnya, dan kalau filmnya udah mentok/abis nanti otomatis ngerewind sendiri deh. Kamera ini membutuhkan 2 batre AA if you want to use it.

Baca juga: Nyobain Kamera Analog Fujifilm Axion + Film Fujicolor C200

Kayanya udah cukup ya soal kameranya? Makin panjang tulisannya kayaknya malah bikin makin keliatan kosong otaknya soal perkameraan.

Langsung aku liatin hasil fotonya ajalah ya. Foto foto ini adalah hasil hunting di area landasan pacu pantai depok, gumuk pasir, pantai tall wolu, dan juga pantai parangkusumo.

Ini salah satu foto favorit dari roll ini, soalnya pemandangan dan komposisi fotonya berasa pas aja gitu Yaelah tau apaansih nad soal komposisi foto wkwk bct.

KODAK_VISION_1281_09
Landasan pacu pantai depok, captured with Nikon EF400SV + Kodak Vision 3 500T, devscanned by anakanalog.yk

Hasil foto mobil dengan background pantai ini adalah my most favorit. Hasilnya sesuai banget sama apa yang ada dibayanganku. Would be perfect kalau ngga ada orang dibelakang yang lagi duduk diatas motor. Tapi masih bisa di crop sih kalau mau.

KODAK_VISION_1281_12
Pantai apa ya duh lupa, captured with Nikon EF400SV + Kodak Vision 3 500T, devscanned by anakanalog.yk

Nah kalau foto bapak-bapak dengan alat pancingnya ini sebenernya kayak agak nanggung karena beliau hanya kefoto separo, tapi aku suka liat gulungan ombak-ombaknya dan warna air lautnya jadi aku post saja hehehe

KODAK_VISION_1281_15
Pantai Parangkusumo, captured with Nikon EF400SV + Kodak Vision 3 500T, devscanned by anakanalog.yk

Kalau lagi berdiri dipinggir pantai dan nungguin ombak datang, kalian suka liatin busa-busa yang muncul dari air lautnya gaksih? Kalau iya, berarti kita sama. That’s why I took picture of it, cause I simply love it.

KODAK_VISION_1281_28
Sunset in Pantai Parangkusumo, captured with Nikon EF400SV + Kodak Vision 3 500T, devscanned by anakanalog.yk

Yang terakhir ini adalah foto sunset di Pantai Parangkusumo sebelum akhirnya aku memutuskan untuk pulang. Aku baru sadar kalau selama ini kayaknya aku jarang banget bahkan hampir gapernah nikmatin sunset di pantai. Ternyata secantik itu ya sunset di pantai 😦

Untuk beberapa waktu kedepan kayaknya aku ngga bakal hunting dulu, mengingat kondisi diluar saat ini masih belum aman. Semoga pandemi covid19 ini segera berakhir yaa.

Oke deh, udahan dulu ya tulisan tentang Nikon Ef400SV nya. Sampai ketemu dipostingan selanjutnya. Bye bye.

Photography, Review

Nyobain Kamera Analog Fujifilm Axion + Film Fujicolor C200

Halooo, kali ini aku mau sedikit cerita pengalaman selama –njepret njepret asal– pakai kamera analog Fujifilm Axion dengan film Fujicolor C200 sekalian nunjukin hasil fotonya. Berikut ini adalah penampakan dari keduanya:

Processed with VSCO with a6 preset
Fujifil Axion + Fujicolor C200

Hasil foto dari Fujifilm Axion ini belum pernah ku posting di feeds Instagram sih, tapi kalau di story sepertinya pernah. Btw kalau kalian sering menemukan foto di Instagram dengan hashtag #35mm dengan efek efek jadul, nah itu berarti foto-foto tersebut diambil menggunakan kamera analog. Ya walaupun bisa juga sih online shop yang jual peninggi badan ngiklan dengan hashtag #35mm.

Fujifilm Axion ini jenisnya point and shoot, jadi gaperlu mikir gimana cara fotonya, pokoknya gaperlu keahlian khusus atau tekhnik yang gimana gimana untuk menggunakan kameranya. Cocok banget buat yang anti ribet, dan maunya yang praktis praktis aja kayak aku. Cukup buka penutup lensa, intip objek yang akan difoto dari view finder, terus jepret deh. Oiya, jangan lupa juga berdoa supaya gambar yang dihasilkan tida ngaco, dan jangan sampai jari kalian menutupi lensa kameranya! Honestly, ini adalah kebodohanan yang masih terus kuulang dari kamera pertama hingga kamera ketigaku. Heran deh udah ganti kamera tetep aja penyakitnya gailang-ilang. Hati-hati ya teman teman newbieku, kalian gamau kan kalau hasil foto kalian ada bayangan tangannya seperti ini?

Tangga hotel, captured with Fujifilm Axion, film Fujicolor, and devscanned by Anakanalog.yk

Fujifilm Axion ini bukan kamera analog pertamaku, tapi gatau kenapa berkesan aja karena hasil fotonya menurutku lebih memuaskan dari kameraku yang pertama alias si Fujica M1, jadi aku pengen nulis tentang ini lebih dulu. So far, aku seneng sih pakai ini karena bentuknya kecil, pocket size banget, udah gitu warnanya juga cakep. Tipe-tipe warna yang hits ditahun 90an, ceunah. Udah gitu aku lumayan beruntung karena barangnya masih bagus, body oke dengan sedikit baret bekas pemakaian, view finder bening, flash nyala terang benderang, rewind jalan, ruang film bersih, tutup kamera ga seret. Pokoknya overall fungsional deh.

Aku cobain kamera ini untuk hunting di sekitar kawasan 0 KM Malioboro sekitar pukul 5 sore. Karena dia udah ada built in flashnya dan alhamdulillah flasnya works normally, jadinya waktu aku pakai untuk foto sore-sore pun masih aman banget. Objek bidikanku masih terlihat jelas pokoknya. Sayangnya kamera ini autoflash dan ga dilengkapi dengan tombol on off untuk flashnya, jadinya flashnya akan nyala setiap kalian motret. Terus masalahnya apa? Yaaa.. ga ada masalah apa-apa sih, cuman gabisa foto diam-diam tanpa bikin orang kaget sama flashnya aja.

Dalam hal jepret menjepret, kamera ini udah otomatis dalam hal winding and rewinding filmnya, alias udah motorized. Kalian tinggal jepret dan filmnya akan bergeser sendiri tanpa perlu muter-muter gerigi film/ngokang. Kalau filmnya sudah mentok, kalian tinggal geser tombol rewind dan filmnya akan tergulung kembali masuk ke canister. Untuk menjalankan fungsi tersebut, Fujifilm Axion ini menggunakan batre jenis AA sebanyak dua buah saja. Ngausa banya banya.

Suda ya basa basinya, sekarang kita langsung liat hasil dari Fujifilm Axion dengan film Fujicolor C200.

FUJI_C200_0794_07
Kopi Pakpos, captured with Fujifilm Axion, film Fujicolor, and devscanned by Anakanalog.yk
FUJI_C200_0794_03
Kantor Pos Besar Yogyakarta, captured with Fujifilm Axion, film Fujicolor, and devscanned by Anakanalog.yk
FUJI_C200_0794_13
Jl. Malioboro, captured with Fujifilm Axion, film Fujicolor, and devscanned by Anakanalog.yk
FUJI_C200_0794_10
Aku hehehe, captured with Fujifilm Axion, film Fujicolor, and devscanned by Anakanalog.yk

Mon maap kalo hasilnya masih pas-pasan dan terkesan ngawur, ya namanya juga masi belajar. Kalo kalian mau coba-coba main analog, kamera ini bisa banget dicobain karena gaperlu nyetting apa-apa lagi. Tapi kalau pengen serius ngulik kamera, mungkin bisa cobain range finder atau slr, bukan point and shoot kayak gini.

Yak, sepertinya segini dulu untuk cerita tentang kamera Fujifilm Axion-nya. Semoga bisa segera nulis tentang kamera-kamera lainnya. Sampai jumpa ditulisan berikutnya 😀

Traveling

Main-main ke Studio Alam Gamplong, Lokasi Shooting Film Sultan Agung dan Bumi Manusia

Kalian kalau pada main ke Jogja, biasanya pada main kemana nih? Taman sari? Kraton? Jalan-jalan di area Malioboro? Ke area Merapi? Main ke pantai di daerah Gunung Kidul? Atau, foto foto di hutan pinus? Aku yakin banget nih pasti yang pernah main ke Jogja udah pernah dateng ke tempat-tempat yang aku sebutin. Untuk yang sering bolak balik liburan ke Jogja beberapa kali dalam setaun biasanya lebih paham nih tempat tempat wisata di Jogja daripada warga lokal kayak aku.

Buat yang pengen main ke Jogja dalam rangka menambah stock foto untuk di upload di Instagram, ada satu tempat lumayan baru dan bagus buat kalian datengin nih. Jaraknya gabegitu jauh dari pusat kota Jogja, akses jalannya gampang dan bagus, ditambah lagi view menuju kesana yang baaaaguus banget, so beautiful kayak aku 🙂 haha gapapa ya muji diri sendiri, namanya juga #selflove. Menurutku tempat ini gaboleh kalian lewatin sih, namanya adalah Studio Alam Gamplong.

Processed with VSCO with a6 preset

Bekas Lokasi Shooting Film

Studio Alam Gamplong ini adalah bekas tempat shooting film Sultan Agung dan Bumi Manusia. Awalnya Studio Gamplong ini hanya lapangan desa yang luas, yang kemudian disulap sedemikian rupa menjadi kawasan bergaya abad ke-16 untuk keperluan shooting film. Gileee bener bener disulap jadi bagus banget. Ya namanya juga buat film, pasti harus all out semuanya lah ya. Nah setelah shooting film selesai, setting studio alam ini tidak dihancurkan begitu aja, namun dibuka untuk umum dan dijadikan tempat wisata.

Processed with VSCO with a6 preset

Lokasi Studio Alam Gamplong

Studio Alam Gamplong ini terletak di Pedukuhan Gamplong, Desa Sumber Rahayu, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, DIY. Rute menuju kesini cukup gampang kok, cuma lurus lurus terus aja dari jalan wates sampe ke arah sedayu, terus belok kanan ke arah pasar klangon. Nah disepanjang jalan ini viewnya bagus banget sih, sawah sawah gitu. Apalagi kita kesitunya sore sore jadi gak panas. Cuciii mata bangeeeet. Pokoknya ya gitu lah ya teman teman ikutin google maps gampang. Terbukti aku gak kesasar untuk sampai kesini. Yay!

Studio Alam Gamplong ini berada di area pedesaan, jadi kita bakal ngelewatin rumah rumah warga juga. Kalau kalian udah liat area yang ramai dengan kendaraan motor, mobil, dan juga bis, itu artinya kalian udah mau sampai. Areanya parkirnya emang luas sih, bis gede aja bisa banget. Tarif parkirnya seikhlasnya. Kalau mau bayar 10ribu boleh banget. Setelah parkir, kita langsung nyebrang menuju ke pintu masuk. Harga tiket masuknya sampai saat tulisan ini di post sih masih seikhlasnya, belum dipatok harga pastinya berapa. Jam bukanya adalah jam 08.00 sampai 19.00. Kalau kalian bawa kamera, kalian harus punya permit card dengan cara menulis identitas kalian di buku yang tersedia dan membayar 10ribu/kamera. Kalo kamera HP mah gamasalah. Kamera iPhone 11 juga sama aja ya, gadiitung biarpun cakep juga hasilnya. Nanti kalau mau keluar, permit cardnya dikembalikan, tapi uangnya engga.

Processed with VSCO with a6 preset

Replika Keraton Mataram dam Mini Hollywood di Yogyakarta

Studio Alam Gamplong ini itungannya lumayan baru sih, diresmiinya sekitar bulan Juli 2018 oleh Presiden Joko Widodo dan menjadi salah satu spot wisata baru yang cukup menarik perhatian. Cukup baru kan? Atau aku aja yang baru tau? Hahah. Btw tempat ini disebut-sebut sebagai ‘Mini Hollywoood’ loh. Wuidiiih emang kayak gimana sih Studio Alam Gamplong ini?

Processed with VSCO with a6 preset

Studio Alam Gamplong ini merupakan replika dari Keraton Mataram ketika berada di Pleret, Bantul. Duh jadi inget jaman SD dulu pernah dikasih tugas suruh nonton serial Sultan Agung yang tayang tiap malam jumat di TVRI terus suruh bikin rangkuman ceritanya. Beberapa bangunan semi permanen seperti gerbang keraton Kerajaan Mataram, pendopo ageng dan pendopo alit keraton, jembatan kayu semua ada disana.

Processed with VSCO with a6 preset

Selain replika Keraton Mataram, ada juga replika toko toko jaman dulu, hotel, motel, bar, toko sepatu, bakery, toko alat tulis, penjahit, pluuuuusss kereta dan relnya juga yang beneran bisa jalan dan dinaikin. Untuk tarifnya aku kurang tau karena tidak bertanya :”) berikut akan ku upload beberapa fotoku selama disana.

Processed with VSCO with a6 preset

Processed with VSCO with a6 preset

Processed with VSCO with a6 preset

Processed with VSCO with a6 preset

Duh ternyata banyak juga ya fotonya. Btw ini belom seberapa karena banyak spotnya. Mungkin harusnya fotonya ku collage. Foto foto dibanyak spot tuuuh melelahkan dan bikin lapeeer cuuuy ternyata. Tapi kalau kalian kelaperan, di area parkiran banyak yang jual makanan dan minuman kok. Bahkan di area Studionya pun ada tempat jajan juga, dan kalian bisa duduk duduk di meja dan kursi yang sediakan. Kisaran harganya aku kurang tau sih, soalnya ga nyobain.

Tips dari aku kalau kalian mau kesini adalah usahakan kesini pada sore hari biar gak terlalu panas. Soal harinya lebih baik ketika weekdays agar tidak ramai. Soal outfit, pakailah apapun yang kalian mau, no need feel too much or anything. Banyak banget yang pada kesini dengan outfit yang lumayan niat, kok. Bahkan aku sempet denger *eaa nguping* mba mba yang nyesel gabawa kamera sambil bilang “ini lho liat aku udah dandan niat banget”. Oiya disini juga bisa buat prewed loh, aku liat beberapa temenku pada prewed disini. Untuk tarfinya sendiri aku kurang tau tapiii hehehe.

Gimana? Kira kalian pada tertarik gak nih untuk main ke tempat ini?